Same Boat

ogu
7 min readNov 11, 2022

--

Sesampainya Thea di Salihara Art Center, ia langsung saja disambut dengan lautan manusia. Yah, mungkin itu sedikit hiperbola tetapi Thea tidak menyangka bahwa ada cukup banyak undangan yang datang ke premiere film pendek Fleeting hari ini. Untung saja ia sudah meminta izin Lara supaya ia bisa menitipkan barang-barangnya di rumahnya sebelum ke tempat ini. Kalau tidak, akan repot sekali harus menyeret koper dan barang-barang yang ia bawa langsung dari lombok ditengah banyaknya manusia pada hari ini.

Sejak dari airport sampai di rumah Lara dan sekarang di Salihara Art Center, jantung Thea tidak berhenti berdetak kencang. Ia tidak menyangka bahwa banyak sekali hal yang terjadi dalam waktu 3 minggu saja. Setelah ia mendapatkan undangan acara premiere Fleeting dari Marco ia langsung memesan tiket 1 penumpang dari Lombok ke Jakarta. Padahal tadinya ia berencana untuk balik di bulan September sewaktu mamanya sudah mulai bekerja.

Thea berpikir lucu sekali bagaimana seseorang bisa berubah pikirannya hanya dalam waktu singkat. Kalau bukan karena pengaruh dari mamanya dan juga Mbak Dira, mungkin Thea akan dengan cepat memilih untuk menolak kembali ke kota ini dan menjalani kehidupan barunya di Lombok dengan bahagia.

Tetapi anehnya meskipun jantung Thea tidak berhenti berdegup dengan kencang sedari tadi, yang Thea rasakan setelah menginjakkan kakinya di bandara Soekarna Hatta adalah rasa lega. Bukan hanya sekedar lega karena mamanya akhirnya mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dibandingkan yang sebelumnya, tetapi karena rasa senang bahwa things work out for her in Jakarta in the end. Dengan perkerjaan baru mamanya yang lebih stabil, Thea tidak perlu memusingkan keselamatan mamanya yang selama ini selalu terusik oleh Om Rizal. Masalah pendapatan yang bertambah adalah bonus, Thea sangat senang bahwa ia sekarang bisa menjalani kehidupan yang lebih aman bersama dengan mamanya.

Tetapi adalah kebohongan kalau Thea bilang bahwa tidak ada rasa cemas sama sekali yang dirasakan Thea sewaktu ia berada di dalam pesawat dalam perjalanan kembali ke Jakarta. Bagaimana tidak? Sudah 3 minggu berlalu semenjak kepergiannya dan tidak ada satu orang pun yang tahu kemana Thea pergi. Ia juga tidak tahu bagaimana menjelaskan semua yang sebenarnya terjadi dalam kurung waktu 3 minggu karena begitu banyak sekali yang terjadi dalam waktu yang singkat. Three weeks is enough to change Thea’s whole life. Makanya keputusan untuk menghampiri Marco hari ini bukanlah keputusan yang mudah bagi Thea. Ia begitu takut dalam 3 minggu ini, merupakan waktu singkat yang cukup pula untuk merubah teman-teman dan kerabat tercintanya. What will happen to all her beloved ones? Terutama orang yang hari ini Thea perjuangkan untuk bisa datang melihat debut filmnya.

Saat Thea berdiri tepat di depan tangga melingkar yang berada dihadapannya, ia langsung mencoba untuk tidak membiarkan perasaan dan pikiran-pikiran negatif tersebut mengusik dirinya dan memantapkan kaki melangkah menaikki anak tangga satu per satu. Thea menghela nafas yang panjang sambil memejamkan matanya. I can do this. Batinnya dalam hati.

Satu per satu anak tangga yang Thea naikki Thea bisa mendengar suara pembawa acara yang semakin lama semakin terdengar kian langkah. Begitu pula dengan pemandangan ruangan venue premiere yang semakin jelas hari ini. Yang pertama kali Thea lihat adalah begitu cantiknya rantaian bohlam kuning yang dipasang di sekeliling ruangan. Bulan sabit yang bersinar pada langit malam ini juga menambah cantiknya suasana malam hari ini. Para undangan sudah terduduk dengan rapi di kursi kayu yang sudah disediakan. Beberapa undangan memilih untuk duduk di kursi dan sebagian juga lebih memilih berdiri dan berlindung di bawah bangunan gedung. Thea’s never been to a movie premiere this beautiful before.

Ditengah pemandangan cantik yang sedang Thea nikmati, ia masih belum berhasil menemukan orang yang sebenarnya ia menjadi tujuannya pada malam ini. Karena masih ada beberapa undangan yang mengambil snack kecil dan minuman dan kembali pada tempat duduk mereka masing-masing, Thea kesulitan untuk melihat wajah orang yang datang pada acara hari ini satu per satu.

Seketika para tamu undangan sudah mulai duduk, pandangan Thea untuk melihat layar dan podium di depannya semakin jelas. And there she saw him. Tidak ada kata-kata yang dapat mendeskripsikan perasaannya pada saat itu. Rasa haru bercampur dengan rasa senang, gembira dan juga khawatir sekaligus. A bigger portion of them was of course happiness. Thea begitu senang saat melihat senyum lebar khas Marco saat semua undangan bertepuk tangan menandakan bahwa film sudah mau dimulai. Thea dapat melihat Marco membantu Teja mematikan micnya dan menaruhnya di meja juga bersama dengan Jorrie dan Dion.

Meskipun ada jarak yang cukup jauh diantara Thea yang di belakang dengan Marco yang berada di depan semua undangan pada malam ini, tidak dapat dipungkiri bahwa Marco terlihat sangat tampan pada malam ini. He looks absolutely stunning tonight. Marco memakai turtleneck hitam dengan outer suit hitam juga dengan rambut slickback. It’s not often Thea sees Marco in a formal attire like this. Hoodies are always his go to clothes. Thea juga tidak mengerti apakah ia sedang terbawa atmosfer malam ini tetapi jantung Thea berdetak begitu kencang saat melihat Marco berada di podium depan. Dia masih belum bisa percaya bahwa ia bisa menemui Marco sekarang.

Sewaktu Marco membalikkan badan untuk duduk di kursi barisan depan, Thea berani bersumpah bahwa ia dan Marco saling bertukar tatap untuk sepersekian detik sebelum akhirnya Marco kembali menghadap ke layar depan. Setelah Marco menempati tempat duduknya, Thea melihat Marco menengok ke belakang dan memindai sekeliling rooftop dengan kedua matanya. Dengan reflek, Thea menurunkan baseball cap yang dipakainya sedari awal sampai di Salihara dan mengumpat di balik pilar tembok di hadapannya. Jantung Thea yang sudah berdegup kencang semakin berdegup lebih tidak karuan lagi. Begitu banyak pertanyaan yang berada di dalam benak Thea sekarang.

Did he see me?

Does he know I’m here?

Why did I do that?

Why did I hide from him?

Thea mengatur nafasnya dan memberanikan diri untuk mengintip dari belakang pilar tembok persembunyiannya. Setelah melihat bahwa Marco sudah kembali menghadap ke depan, Thea menghela nafas dengan lega dan kembali keluar dari balik tembok secara sempurna.

Lampu-lampu gantung mulai diredupkan dan film pendek telah dimulai. Thea berusaha untuk mengalihkan fokusnya dari pikiran-pikiran negatif tentang reaksi dirinya sendiri tadi. Ternyata baru sebentar saja, Thea sudah mendapatkan dirinya terperangkap dalam film pendek yang ia tonton dihadapannya.

Fleeting ternyata begitu indah. No wonder Marco put a lot of trust and pride in this movie. It was great, just like she expected. Semua gambar dan angle diambil dengan baik. Even the casts did a great job in portraying each of their own characters. Satu hal yang tidak bisa dideskripsikan adalah rasa bangga saat mendengarkan musik yang diputar pada setiap segmen film pendek tersebut. Apalagi setelah tahu bagaimana kerja keras Marco mengerjakan seluruh lagu satu per satu dan juga bisa mendengar beberapa demo lagu yang Marco perdengarkan dahulu — sekarang secara langsung di acara premiere filmnya. Thea bahkan menitikkan air mata saat mendengar lagu yang diputar pada scene klimaks film pendek tersebut karena merasa terharu bagaimana seluruh tim telah bekerja keras untuk membuat film pendek ini terealisasi.

Setelah kurang lebih 30 menit film pendek Fleeting pun berakhir. Undangan yang hadir pada malam ini memberikan tepuk tangan yang sangat meriah, beberapa bahkan memberikan standing ovation dari tempat duduk mereka masing-masing. Thea merasa bangga bercampur dengan haru melihat kerja keras satu tim dalam merancang film pendek ini tidak terbuang dengan sia-sia.

Segenap tim Fleeting pun maju kedepan. Dosen-dosen dan perwakilan kampus maju ke podium untuk memberikan piagam kepada seluruh tim. Masih di tengah deru tepuk tangan para undangan yang hadir, Thea melihat Jorrie memeluk dan menenangkan Teja yang tengah menangis terharu karena film pertamanya baru saja selesai diluncurkan. Illona, Dion dan Marco yang berada di sebelah Jorrie dan Teja juga tidak berhenti bertepuk tangan dan tersenyum kepada undangan dan satu sama lain.

Without even realizing it, Thea also shed a tear looking at the bunch that’s standing in front of her. It’s so heartwarming to see the team’s hard work paid off and finally appreciated by a lot of people.

Setelah deruan tepuk tangan selesai, MC pada malam ini mengizinkan dan memberikan kesempatan lagi kepada para undangan untuk menikmati hidangan makanan pada malam hari ini. Banyak undangan yang mengambil kesempatan tersebut untuk memberikan salam selamat kepada tim Fleeting dan juga berbincang dengan tamu undangan yang lainnya.

Baru saja Thea mau membulatkan tekadnya untuk menghampiri dan memberi selamat untuk Marco dan yang lainnya, Jio menghadang pandangan Thea dan memberikan salam dan pelukan pada Marco. Langkah Thea pun terhenti melihat Kelion dan Lara yang ikut menghampiri Jorrie, Teja, Illona dan juga Marco.

Sebetulnya intensi awal Thea untuk kembali ke Jakarta lebih cepat dari yang ia rencanakan adalah untuk bertemu dan memberikan support untuk Marco. Tidak ada yang lain. She knows she said that she wants to try to accept the love that’s been given to her.

But why is it so… hard?

Ternyata insecurity yang dimilikinya sekarang lebih besar dari yang dia kira.

Mengapa Thea merasa sangat perih melihat teman-teman yang dahulu telah membuat banyak kenangan yang indah bersama dengannya, terlihat begitu senang pada hari ini. She feels she isn’t a part of them anymore. Even more, she feels so wrong to step ahead and go to them now after realizing what she’s done in a span of 3 weeks. Thea felt that’s what she deserves after abandoning every relationship she had for 3 weeks.

Akhirnya pun Thea mengurungkan niatnya dan pelan-pelan beranjak menuruni tangga spiral satu per satu, meninggalkan venue pada hari ini dengan mata berkaca-kaca.

Clutching her box of lego flowers she assembled on the way here, Thea went down the stairs with such a heavy heart.

Accepting love is indeed easier said than done. How do you tell someone you presumably left, that they have never left your mind even once? Is there even any room for second chances?

When you feel like all you did was cause someone else pain, it’s not at all easy to accept it in all conditions. You begin to start doubting their own love. Which is gonna kill them sooner or later. As soon as you know it, you’ve begun to run away from it.

Even after all the messed up things I’ve done, am I worthy of this love? Is this love real? Or am I making things up?

Are we boarding on the same boat?

--

--

ogu
ogu

No responses yet